Press "Enter" to skip to content

Ketakutan di Penghujung Kekuasaan

Kebanyakan dari kita tahu persis dengan frasa di atas, yang dipakai sebagai tema dalam tulisan kali ini. Entah itu karena kita mengalaminya secara langsung ataukah memasang telinga sebagai pendengar setia curhatan teman yang merasakan maksud dari guratan tersebut. Kedua kata itu seakan menjadi momok, namun hangat dibicarakan oleh sebagian orang di lingkungan sekitar kita.

Mengapa tidak, jika kita telaah pengertian dasar tentang kedua kata tersebut guna menemukan makna dasarnya, maka ini akan berpengaruh secara psikis kepada orang yang bersangkutan. Ketakutan yang berdasar kata “takut” memiliki banyak makna sesuai dengan konteks dimana ia diposisikan. Takut, itulah kata dasarnya yang berartikan merasa getar dalam menghadapi sesuatu yang dianggap mendatangkan bencana. Gelisah, khawatir atau juga dimaknai sebagai taqwa, segan dan rasa hormat terhadap sesuatu yang dianggap lebih tinggi darinya.

Sementara kata kekuasaan dengan kata dasarnya ialah kuasa yang berarti kemampuan dan kesanggupan (kekuatan). Dengan pengertian secara harfiah kekuasaan ialah kemampuan orang atau golongan untuk menguasai individu atau kelompok lain berdasarkan kepiawaian, wewenang dan karisma yang dimilikinya.

Dengan menggunakan makna dari ketakutan dan Kekuasaan, kita akan mencoba membedah dan menelaah kondisi sekitar kita, khususnya organisasi intra yang kian hari kian fantastik dari “prestasi” yang dilaluinya setelah diruhkan lewat suatu surat ketetapan (SK) sebagai prosedural administrasi dan legalitas sejak tanggal 28 November 2018 sampai sekarang.

Apa yang anda fikirkan?

Pertama, kita harus memahami betul makna dari organisasi, sehingga mudah untuk kita membangun korelasi dengan dua kata yang disuguhkan sebagai tema. Organisasi (bahasa Yunani: Opyavov, Organon– Alat) adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan.

Kita bisa meminjam pernyataan para ahli dalam mendefenisi organisasi di antaranya ialah Stoner, ia mengatakan bahwa organisasi adalah “Suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama”. Tentu saja Stoner memandang organisasi dari sudut pandang dunia kerja dan bisnis dalam suatu perusahan.

Selain pengertian yang dikemukakan oleh Stoner, Chaster I. Bernard juga mengemukan bahwa organisasi adalah “merupakan suatu sistem aktifitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih”.

Dari kedua definisi para ahli yang dikemukakan, kita bisa menemukan satu kesamaan yakni pada “hubungan dalam bekerja sama”, dimana sebagai mata rantai yang saling mempengaruhi, apabila putus salah satu bagian dari mata rantai tersebut maka akan di temukannya masalah atau dalam bahasa lainnya ialah “Diskontinu-Diskomunikasi” dalam organisasi. Jikalau hal ini dibiarkan dan berkelanjutan maka ia akan berefek pada macetnya sistem kerja dalam segi produksi.

Artinya, apa yang dihasilkan tidaklah maksimal. Sekarang bagaimana kondisi organisasi kita? Yang kian hari semakin sesak, ibaratkan terputusnya saraf, organ pernapasan yang mengakibatkan manusia itu mengalami penyakit asma yang kalau tidak segera di tangani secara serius, maka yang ada ialah “Kematian”.

Relasi Organisasi, kekuasaan dan ketakutan
organisasi adalah sebuah wadah untuk sekumpulan orang yang bekerja sama secara rasional serta sistematis yang terpimpin atau terkendali untuk mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di dalamnya. Pengertian ini mengindikasikan adanya optimalisasi sistem dan sumber daya guna efektif dan efesiensi dalam organisasi.

Bagaimana hal di atas bisa terwujud jika pemimpin sebagai simbol organisasi terkesan lalai dalam mengoptimalkan apa yang telah disebutkan di atas. Pemimpin memiliki tanggung jawab dan bertugas untuk mengakomodir seluruh potensi yang dimiliki para bawahannya, hal ini bisa dilihat dari apa yang disebutkan di atas yakni adanya diskomunikasi antara pemimpin dan bawahan.

Di satu sisi masing-masing mereka disibukkan dengan aktivitas non-organisatoris sehingga terbengkalailah urusan-urusan organisasi. Yang semestinya menjadi wadah pengembangan dan mengasah kemampuan malah menjadi wadah yang mengungkung, sehingga amanah (kekuasaan) yang dipercayakan kini menjadi satu kekuatan besar (Big Power) dan berpotensi membuahkan Barisan Sakit Hati (BSH) untuk menumbangkan/menggulingkan kekuasaan semula. Sudah banyak yang terjadi. Entah itu lewat jalur konstitusi ataukah dengan sifat barbarian (Kudeta).

Jika hal tersebut tak tertangani sejak dini, sama seperti yang dikemukakan dalam tulisan ini diatas tadi bahwa secara psikis akan berpengaruh kepada pemimpin/penguasa yang merasakan hal serupa. Dengan ketakutan yang membelenggu dirinya, ia akan dinilai pengejut sebab mencoba lari dari kenyataan.

Dasar dari kenapa tidak ditemukannya jalan atau tidak menempuh jalan yang telah tersedia ialah karena kurangnya kecakapan, sehingga keraguan datang menghampiri dan menampar dari kesadarannya untuk beranjak meninggalkan masalah. Mirisnya, mungkin ia tidak tahu sama sekali dengan masalah ini. Waulahu ‘alam bissawab.


Oleh: Asyudin La Masiha, mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Khairun.


2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *