Press "Enter" to skip to content

Ubi, Ketela, dan Manusia di Serambi Pasar Kota Ternate

Last updated on Mei 26, 2021

Sabtu, 20 Februari 2021. Tepatnya di Pasar Barito, Ternate Tengah, cuaca tampak enggan bersahabat. Rintik hujan di pagi itu mengawali deretan perjuangan sejumlah emak-emak yang tengah menjaja jualannya.

Kira-kira pukul 10.00 WIT itulah, saya dan teman-teman turun melakukan observasi demi sebuah tugas liputan. Kami akan memotret dan melaporkan berbagai aktivitas pedagang yang kelihatan hidup di pasar.

Dari Taman Nukila, kami berbondong-bondong jalan kaki menuju Pasar Barito. Jaraknya cukup dekat, hanya sekitar 300 meter. Saat tiba, kami kemudian berpencar mencari bahan liputan masing-masing.

Tampak belakang lokasi jualan Jamila Ahadi bersama kakaknya di Pasar Barito Kota Ternate. Foto: Esti Leko/mantra (20/2/21).

Tentu ada banyak fenomena yang dapat dipotret. Lingkungan pasar umumnya merupakan ruang interaksi ekonomi. Tak hanya soal barang, transaksi, atau gerumutnya manusia, namun juga warna-warni tradisi yang cukup kompleks dapat dijumpai.

Beberapa menit berselang, tentu dengan kebingungan, saya akhirnya putuskan untuk memotret aktivitas para penjual ubi dan ketela yang terdapat di Pasar Barito, Kota Ternate, Maluku Utara.

Dari kejauhan, di tengah riuh suasana pasar yang semerawut itu, seseorang tampak berteriak dengan lantang, “Kasbi sepuluh ribu, mari-mari…!” pemilik suara itu ialah Jamila Ahadi (47), dengan maksud mengajak orang-orang untuk membeli jualannya.

Sejak 2015, Jamila mulai berjualan panganan kebun di pasar. Setiap hari ia meraup penghasilan sekitar 200 ribu rupiah. Jika beruntung, kadang sampai 300 rb. Berbeda dengan penghasilan sebelumnya saat ia menjadi penjual camilan.

“Sebelumnya saya pernah jualan makanan ringan (camilan/kacang-kacangan). Namun penghasilannya tidak seberapa” ucap ibu empat anak itu. Jamila juga membagi barang julannya dengan harga yang bervariasi. Satu tumpukan ubi dijualnya dengan harga 10 ribu hingga 20 ribu rupiah.

Ia mengaku jumlah penghasilan itu belum mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Jualannya juga semata bergantung pada konsumen yang datang. Terlebih, barang dagangnya sering tak habis dan terpaksa harus membusuk.

Sekitar pukul lima pagi, Jamila telah hadir di pasar bersama penjual lainnya. Rutinitas itu ia lakukan demi memenuhi kebutuhan sekolah anak-anaknya yang jauh dari cukup. Terlebih, suaminya, hanya berprofesi sebagai tukang ojek.

Potret para pembeli ubi dan ketela milik Jamila. Foto: Esti Leko/mantra (20/2/21).

Jumlah penjual makanan kebun biasanya tersebar di berbagai tempat, terutama di pasar tradisional. Di Ternate, mereka sangat muda dijumpai.

Setidaknya ada beberapa titik penjualan makanan kebun yang lazim diketahui, seperti di Pasar Bastiong, Barito, dan Pasar Higienis yang letaknya berada di pusat kota.

Umumnya, komoditas makanan kebun ini memang dipasok dari Pulau Halmahera, Maluku Utara. Pulau Halmahera menjadi lumbung makanan kebun yang sedia menjadi penyedap rasa orang-orang di Kota Ternate.

Kabid Disperindag Kota Ternate, Chairul Saleh, 2017 lalu, pernah mengatakan bahwa Pulau Halmahera juga menjadi daerah pemasok komoditas yang kerap dipasarkan di Kota Ternate.

“Kebutuhan pokok bukan hanya dari Sulawesi maupun Pulau Jawa, tetapi juga di Halmahera Timur dan Halmahera Barat juga merupakan salah satu daerah penghasil berbagai komoditas yang dipasarkan di Kota Ternate” katanya, seperti dikutip beritasatu.com Sabtu 18 November 2017.

Di sela wawancara saya bersama Jamila, yang juga adalah warga asal Akehuda, Ternate Utara itu, tiba-tiba seorang pembeli kemudian menghampiri tumpukan ubi dan ketela yang harganya bervariasi.

“Di sini suda jadi langganan saya. Ubi dan ketela yang mereka jual juga menjamin. Pasti bagus dan enak. Memang banyak yang jual, tapi saya lebih pilih beli di sini” kata Eva, seorang pembeli.

Di Maluku Utara, seperti daerah lainnya, makanan umbi-umbian ini merupakan jenis makanan pengganti nasi. Hal ini dikarenakan ubi memiliki jumlah karbohidrat yang cukup tinggi dan memiliki ragam khasiat, salah satu khasiatnya ialah menjaga kesehatan mata.

Jenis makanan ini mengandung kalori yang lebih sedikit dibandingkan kentang. Hasil penelitian Livescience, menyebutkan bahwa satu buah jenis ubi jalar dengan ukuran sedang atau sekitar 130 gram, mengandung 100 kalori nol lemak.

Secara modern, umbi-umbian juga telah diolah menjadi ragam jenis makanan, mulai dari camilan, kue bolu, pudding hingga minuman. Untuk camilan, ubi biasanya dikukus atau digoreng. Sementara untuk minuman, rasa ubi lebih terkenal dengan sebutan rasa taro.

__

Liputan: Esti Loko (pemagang)
Penyunting: Tim Redaksi

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *