Orang-orang sering kali mengeluh akibat terik matahari yang seakan membakar kulit, bahkan saat mendung sekalipun mereka sering bilang ‘panas sampai’, padahal mereka juga mengambil peran untuk membuat bumi menjadi semakin panas.
Ternate dan Maluku Utara merupakan gugusan pulau-pulau kecil. Baik disadari atau tidak, dampak perubahan iklim sudah dirasakan oleh warga, termasuk intrusi air asin ke sumber air tanah, kerusakan, serta ancaman banjir dan kekeringan. Hal ini tidak terjadi tanpa alasan. Kontribusi manusia terhadap perubahan iklim begitu besar sehingga suhu permukaan akan terus meningkat dalam beberapa dekade.
Menurut pakar iklim Murdiyarso, perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). Hal senada juga dijelaskan dalam media, Nationalgeographic.co.id- bahwa perubahan iklim adalah setiap perubahan jangka panjang dalam pola cuaca rata-rata, baik secara global maupun regional.
Sadar ataupun tidak, dampak akibat perubahan iklim di tengah masyarakat membuat warga pesisir, kelompok nelayan, komunitas konservasi, serta keanekaragaman hayati di kawasan pesisir Ternate akan semakin terancam. Maka dari itu, pemerintah dan masyarakat harus antisipasi untuk memitigasi lajunya ancaman perubahan iklim. Sehingga dampak yang akan dirasakan masyarakat pesisir Ternate bisa teratasi.
Namun, jika tidak serius untuk diantisipasi maka ekosistem masyarakat pesisir Ternate akan mengalami masalah serius, salah satunya yaitu, terumbu karang yang semakin terancam, hasil tangkapan nelayan semakin menurun, erosi pantai, merapuhkan tulang biota laut, membinasakan hutan mangrove dan lamun, serta mengancam penyu.
Kontribusi manusia terhadap hangatnya bumi dipengaruhi oleh emisi gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca secara umum dapat dipahami sebagai atmosfer untuk menjaga kestabilan dan temperatur suhu bumi.
Benar sekali dalam keadaan normal, gas rumah kaca memang diperlukan bagi bumi agar bumi tidak terlalu dingin. Namun, jika gas rumah kaca di atmosfer terus meningkat, maka ini akan berdampak pada lapisan dan iklim bumi sehingga bumi menjadi panas.
Lantas apa yang terjadi jika gas rumah kaca terus meningkat, tentu ini akan mengakibatkan pemanasan global karena terlalu banyak gas emisi yang terperangkap di udara sehingga udara menjadi panas dan di dalamnya tetap ada serta terkurung dalam atmosfer.
Sementara, yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbon dioksida, sedangkan gas lain yang secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Ada juga gas buatan yang memiliki efek rumah kaca yang sangat kuat, yakni klorofluorokarbon (CFC).
Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nilai rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang kita amati data suhu dan kita lihat kecenderungan naik dari waktu ke waktu atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali semakin sering terjadi dari periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi.
Mengeluh bukan Solusi
Orang-orang sering kali mengeluh akibat terik matahari yang seakan membakar kulit, bahkan saat mendung sekalipun mereka sering bilang ‘panas sampai’, padahal mereka juga mengambil peran untuk membuat bumi menjadi semakin panas.
Peran manusia dalam meningkatnya suhu bumi sering kita jumpai di lingkungan masing-masing, salah satunya menggunakan energi listrik yang berlebihan, transportasi roda dua dan empat yang semakin padat, operasi tambang ekstraktif, pembabatan hutan, membuang sampah sembarangan, dan masih banyak lagi.
Bukanya kita menolak kemajuan teknologi, tapi panjang umur bumi memang harus diprioritaskan dalam setiap individu karena untuk mencegah bumi yang semakin panas kita membutuhkan kerja sama semua orang, baik itu lembaga pemerintah, organisasi lingkungan dan kelompok lainnya. pada intinya prinsip yang dibagun bukan untuk kepentingan segelintir orang melainkan untuk masa depan bumi.
Jika kita hanya menghabiskan waktu untuk mengeluh, maka perubahan yang diinginkan tidak dapat dirasakan, malah tambah membuat kita menjadi kalang-kabut dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Jika tidak berlebihan, paling tidak kita bisa mengurangi hal-hal kecil di atas untuk menjaga keseimbangan bumi yang lebih sehat dan baik. Oleh karena itu, kolaborasi, mitigasi, dan adaptasi, menjadi peran penting untuk kelangsungan bumi yang sehat ke depan.
Penulis: Rifal Amir
Refrensi
Diposaptono Subandono, Budiman, Agung. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Bogor. Penerbit Buku Ilmiah Populer.
Leave a Comment