Saya ini kan dari orang kecil. Orang biasa. Nggak harus yang tinggi dan jualan yang besar. Intinya pelan-pelan tapi pasti. Dengan modal kayak begini—seribu naik lima ribu, pelan-pelan tapi pasti
23 tahun bukan waktu singkat untuk menggeluti dunia usaha yang diwariskan kedua orangtuanya. Ibu dari tiga orang anak ini terlihat begitu tekun menjalani pekerjaan yang sudah ia mulai sejak tahun 1996 di Kota Ternate. Waktu itu, ia memulainya dengan berjualan es krim di seputaran Kota Ternate. Satu tahun kemudian (1997), setelah menikah, ia beralih menjual bakso keliling.
Setelah masuk-keluar lorong kota dan menjajakan bakso, wanita usia 40 tahun ini memutuskan untuk menyandarkan gerobaknya di Pelataran Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Khairun (Unkhair) sejak September 2019 lalu. Meski baru tiga bulan berjualan, omzet Mbak Ani setiap kali menjual cukup besar, berkisar 500 ribu rupiah.
“Saya mulai berjualan di sini sejak tiga bulan lalu” ujarnya di sela kesibukan melayani beberapa mahasiswa yang sedang memesan bakso. Setiap hari, ia datang pukul 08.00 WIT dan mengakhiri penjualannya pada jam 4 sore. Mbak Ani berjualan lima kali dalam seminggu untuk menopang kebutuhan keluarganya.
Pelataran FIB yang rimbun dengan pepohonan, juga tersedia tempat duduk yang nyaman, serta terdapat banyak mahasiswa, dimanfaatkan Mbak Ani sebagai lokasi berjualan. Tak disangka, gerobak Mbak Ani kerap disambangi para penikmat kudapan pentolan tersebut.
Selain menjual bakso, gerobak Mbak Ani yang dipacu motor supra berwarna hitam ini juga memuat jenis jajanan dengan harga yang berfariasi, mulai dari seribu rupiah, hingga 10 ribuan. Di antara jenis jualannya, Mbak Ani mengakui bakso dan es krim (es ton-tong) menjadi jajanan favorit mahasiswa di berbagai fakultas di Unkhair.
“Kebanyakan dari ilmu budaya, ekonomi, dan mahasiswa dari pertanian” bilang dia saat ditemui mantra di lokasi jualannya, Jumat (10/1).
Bakso Mbak Ani memang dikenal sebagai makanan yang paling memahami isi kantong mahasiswa. Pasalnya, hanya dengan lima ribu rupiah, mahasiswa dapat menikmati makanan tersebut. Hal itu diakui Mbak Ani dikarenakan banyak peminatnya adalah mahasiswa.
“Ya mahasiswa kan butuh yang murah, jadi saya menjualnya dengan harga segitu. Saya juga paham kondisi mahasiswa. Ada yang kaya dan ada juga yang seperti saya” katanya.
Ia menyebut, bakso yang paling banyak diminati yaitu dengan harga lima ribu rupiah. Sedangkan es krim, kebanyakan mahasiswa memilih yang harga dua ribu rupiah, dari harga yang bervariasi mulai dari Rp.2.000, Rp. 3.000 dan Rp. 5.000 ribu rupiah.
Kudapan lain yang dijual Mbak ani adalah cilok (pentolan) berharga seribu rupiah. Kudapan khas daerah jawa ini memang familiar di setiap halaman fakultas di Unkhair, bahkan di Indonesia pada umumnya.
Mbak Ani bercerita bahwa keuntungan dari profesi yang ia tekuni sejak lama itu telah membantu salah satu anaknya yang sudah berusia 20 tahun mengikuti tes Polwan dua kali. Namun, nasib baik belum memihak kepadanya. “Sekarang belum bisa ikut tes, karena belum ada uang. Keuntungan ini juga membantu ekonomi keluarga kami” ujarnya.
Bagi Mbak Ani, memulai sebuah usaha tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar. Seseorang harus percaya pada diri sendiri bahwa ia bisa mencapai keinginannya dari hal-hal yang kecil.
REPORTER: Fadli | mantra EDITOR: Redaksi FOTO: Rian | mantra
1 Comment