Salah satu peristiwa penting tentang empat kerajaan di Maluku Utara yang terjadi di Pulau Moti adalah Moti Veerbond.
Oleh Randi Ishab
Sejarah adalah peristiwa manusia sebagai makhluk bermasyarakat. berdasarakan peninggalan-peninggalan dari berbagai peristiwa itu, perkembangan kehidupan mansuai pun dapat dirunut berdasarkan periodesasi tertentu. Medio 2019 lalu, ketikat kali pertama menyaksikan Festival Moti Veerbond, saya sangat kagum dengan kegiatan tersebut. Betapa tidak, ingatan sejarah tentang kerajaan-kerajaan di Maluku Utara seolah tayang kembali setelah sekian lama. Moti yang sebelumnya jarang dikenal orang, kini menjadi poros penjelajah. Hal ini dikarenakan Pulau Moti sendiri menyimpan banyak sejarah tentang empat kerajaan besar di Maluku Utara.
Salah satu peristiwa tentang empat kerajaan di Maluku Utara yang terjadi di Pulau Moti adalah peristiwa Moti Veerbond. Dalam bahasa Belanda Veerbond diartikan sebagai perjanjian atau persekutuan. Sehingga, Moti Veerbond secara harfiah merupakan perjanjian Moti. Penjelasan ini sebagaimana terdapat dalam buku M. Adnan Amal yang berjudul Kepulauan Rempah-rempah, yang menjelaskan Motir Veerbond (1322) merupakan persekutuan yang dibuat oleh empat kerajaan di wilayah Maluku Utara yakni Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan.
Sejarah tentang Moti Veerbond tidak terlepas dari persoalan empat kerajaan di Maluku Utara mengenai dengan kecemburuan sosial yang nyaris terjadi pada tiap-tiap kerajaan terhadap peningkatan kemakmuran, juga penguasaan teknologi pelayaran dan pembuatan kapal oleh kerajaan Ternate saat itu. “Namun, pada akhirnya mendobrak benturan itu dengan pusaka ide oleh salah satu Syekh dari Ternate bernama Sida Arif Malamo” ujar Pak Sangaji Moti, Takofi, saat ia bercerita sejarah.
Ragam kegiatan yang dilakukan panitia untuk merayakan festival Moti Veerbond, mulai dari cerita sejarah sampai pada penutupan pesta togal (tarian khas Maluku Utara) di kelurahan Tafaga. Saya cukup mendapat banyak pengalaman dalam kisah perjalanan kala itu, hal penting dalam kegiatan festival Moti Veerbond yang menarik saya angkat sebagai Tema pada tulisan ini adalah “Festival Moti Veerbond Dalam Bingkai Budaya Lokal”.
Berangkat dari pidato Pak Walikota Ternate yang mengatakan dengan adanya empat kerajaan dan ketika ditinjau kembali pada laman sejarah sebelumnya, maka kita akan menemukan Maluku Utara laksana iklan yang sangat diperlukan dan diperebutkan, yang setelah dibuka lagi lembaran lamanya sangatlah erat kaitannya; bagaikan suatu ajang pertunjukan―lawan. Dengan demikian, sangat disayangkan apabila kompleksitas ini masih membekas dan tidak terawat dengan baik hingga menjadi benang kusut yang sulit terurai.
Oleh karena itu, sebagaimana dimaksud M. Junaidi dalam artikelnya tentang Sejarah Konflik dan Perdamaian Di Maluku Utara (dalam Mangunwijaya, 1987) seperti ikan-ikan hiu, ido dan homa yang mengilustrasikan hubungan kelompok-kelompok besar (etnis dan kerajaan) yang diliputi konflik.
Kelompok-kelompok besar (kerajaan) saling bersaing memperebutkan hegemoni tertinggi dengan meluaskan wilayah dan menguasai/menguras sumber daya yang digambarkan sebagai ikan besar (Ido) sebagai reprsentasi elit lokal yang menelan ikan-ikan kecil/teri (homa) sebagai kelompok-kelompok para pecundang yang kalah dikuasai. Namun, ketika para ikan besar/penguasa elit lokal menindas kelompok minoritas (homa), justru masuk dalam cengkeraman ikan reksasa (hiu) dan menjadi kaki tangan penjajah.
Berdasarkan penjelasan di atas, festival Moti Veerbond 2019 merupakan salah satu kegiatan yang tidak terlepas dengan sejarah kelam. Dengan membentuk konfederasi baru sebagai sesuatu yang teredukasi, melalui perkembangan nilai-nilai budaya dari masing-masing kebudayaannya yang identik. Seperti yang digambarkan pada beberapa sub-tema di bawah ini:
a. Kirab Budaya
Kirab budaya merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam festival Moti Veerbond yang memunculkan ragam busana dan kreativitas dari masing-masing kerajaan berdasarkan dengan simbol pada tiap kerajaan. Disebut kirab budaya karena perjalanan secara beraturan/beriringan. Pada kirab budaya ini, dari empat kerajaan dan dikolaborasikan dengan beberapa kelurahan yang terdapat pada pulau Moti, yakni kelurahan Moti Kota, Tadenas, Kelurahan Tafamutu, Tafaga, Takofi, dan Kelurahan Figur.
Berdasarkan busana yang dipakai, mencerminkan konstruk pikir dari masyarakat terhadap simbol busana pada kerajaan atau kelompok komunitas tertentu. Biasanya pada komunitas tertentu dalam desain kostum, merangsang pikirannya pada kategori yang menjadi ciri khas komunitas tersebut. Hal ini dapat dikorelasikan dengan sejalannya hubungan yang harmonis dari empat kerajaan, yang sebelumnya hilang pada identitas etnisnya. Lain dari pada itu, berkaca pada sejarah yang termaksud dalam buku M. Adnan Amal (Kepulauan Rempah-rempah) ketika Tulu Malamo naik Takhta pada 1343.
Kolano Ternate yang ambisius ini secara unilateral membatalkan perjanjian Moti, yang dengan susah payah diperjuangkan pendahulunya, dan menempatkan dirinya pada peringkat pertama menggantikan kedudukan Jailolo sebagai yang paling senior. Akan tetapi, festival moti Veerbond mencapai pucuk tertinggi memenangkan ego etnis tersebut, sebagai pemersatu.
b. Pembakaran Obor Empat Kerajaan (Bacan, Jailolo, Tidore dan Ternate)
Setelah Moti Veerbond dibuka secara resmi oleh perwakilan empat Kesultanan dan Wali Kota Ternate sekira pukul pukul 10.00 WIT, kegiatan pun berlangsung hingga malam hari, termasuk pembakaran obor oleh empat kerajaan (Bacan, Jailolo, Tidore dan Ternate). Ritual pembakaran obor ini diusung oleh panitia yang termaksud peserta, pawai obor kemudian dimulai dari Mesjid besar Moti sampai masuk ke kawasan kegiatan Moti Veerbond di Lapangan Tosehe.
Pada sesi pembakaran obor, rombongan dari empat kerajaan diminta menggunakan bahasanya masing-masing, yang bermaksud sebagai ucapan terima kasih, mengenang empat kerajaan dan siap melanjutkan perjuangan leluhur mereka.
Dengan demikian, Festival Moti Veerbond bukanlah kegiatan simulasi yang berkaca pada kegiatan Festival lainnya. Akan tetapi, merupakan bentuk konsep dan upaya untuk menjadikan Festival Moti Veerbond sebagai bagian dari pemersatu empat Kerajaan baik dari segi histori menggapai citra keteladanan para leluhur kita dalam peristiwa Moti Veerbond 1322. Dilihat dari pengembangan nilai budaya, juga sebagai identitas lokal masyarakat Maluku Utara.
Penyunting: Rian Hidayat Husni
Foto unggulan: ilonagutandjala – wordpress.com
Be First to Comment