Kisah Mahasiswa FKIP yang Gagal Do, Berhasil Selesaikan Studi

“Lama kuliah bukan berarti kita menghiraukan begitu saja,” (Mantra, 28/23).

Siang itu sekitar pukul 11.58 WIT langit tidak tampak cerah karena awan kelabu telah menutupi matahari sehingga tidak begitu terik. Saya bersama teman saya, Kefin Tafego , menuju tempat tinggal Paulus Garamami mahasiswa yang hampir  di drop out (DO) dari kampusnya.

Saat tiba di kediaman Paulus, ternyata ia masih tidur. Meski begitu kami coba mengetuk pintu tempat tinggalnya sampai ia terbangun, dan mempersilahkan kami untuk masuk di ruang yang berukuran 2X2 yang menjadi tempat tinggalnya selama kuliah.

Di kamar Paulus terlihat banyak buku yang tersusun rapi di meja belajarnya. Di dinding yang terlihat sedikit kusam, terpasang salempang yang cukup menarik perhatian kami. Di salempang itu berisi nama beserta dengan gelar, Paulus Garamami, S.Pd.

Pria yang akrab dipanggil Paul, merupakan sosok sederhana dan sangat humoris. Ia adalah mahasiswa jurusan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Khairun angkatan 2015, tapi baru menyelesaikan ujian akhir di tanggal 26 Juni 2023 kemarin, dan bakal wisuda di bulan Agustus mendatang.

Pria kelahiran 1997 itu menceritakan, kuliah selama 8 tahun, baginya itu tidak menjadi persoalan asalkan bisa sampai pada tujuan, yaitu mendapatkan gelar atau titel sarjana.

Banyak tantangan yang dihadapi Paul saat usia kuliahnya memasuki tahun ke delapan. Tapi itu tidak lantas membuatnya berhenti di tengah jalan.

“Lama kuliah bukan berarti kita menghiraukan begitu saja,” tutur Paulus.

Ia juga menuturkan mengapa ia kuliah dengan durasi yang cukup lama karena ia masih ingin mendalami ilmu dan mencari pengalaman.

Selama kuliah dari semester satu sampai dengan semester delapan, biaya kuliah Paul ditanggung kampus karena Paul mendapat bidikmisi atau sekarang istilahnya disebut dengan KIP. Dengan adanya Bidikmisi, Paul sangat terbantu karena itu dapat meringankan beban orang tuanya. Tapi selepas dari delapan semester, bidikmisi Paul terpaksa harus dicabut sehingga Paul harus membiayai kuliahnya sendiri.

“Setiap pulang kampung, keluarga selalu menanyakan kapan bisa selesai wisuda, dan belum bisa saya jawab. Jadi saat libur semester tiba, saya memilih tidak pulang kampung.  Bahkan waktu yang ada saya manfaatkan untuk mencari Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hal ini saya lakukan untuk bisa melanjutkan cita-cita saya agar bisa sarjana,” ucapnya.

Dengan biaya yang ditanggung sendiri, bagi Paul tidak masalah jika lama menjalani kuliah. Namun, Paul menyadari keterbatasan ekonomi orang tua, sehingga membuatnya harus mencari jalan keluar untuk secepat mungkin menyelesaikan studi.

Saat mengetahui bahwa Paul bakal  di drop out (DO). Paul mulai bersemangat untuk menyusun skripsinya, agar lekas menyelesaikan studi. Dengan usaha dan niat yang kuat, akhirnya ia berhasil menyelesaikan studinya. Tepat pada 27  Juni  2023, mahasiswa FKIP itu berhasil menyelesaikan ujian skripsi dan dinyatakan lulus.

“Puji Tuhan, dengan perjuangan yang keras serta niat, saya bisa raih gelar sarjana, walaupun dengan waktu yang cukup lama,” akuinya.

Anak petani asal Kao itu mengungkapkan, jika selama delapan tahun berkuliah, tetapi tidak mendapatkan hasil, maka baginya sangat rugi.

“Selama delapan tahun kita berkuliah, kalau tidak bisa capai gelar sarjana, saya rasa sangat rugi, baik secara materi maupun pikiran. Orang tua juga rugi,” ungkapnya.

Ia menegaskan, walau lama di kampus, namun ia  mampu menyelesaikan dan bisa membuktikan kepada orang tua beserta keluarga di kampung bahwa dirinya telah meraih gelar sarjana dari salah satu kampus ternama (Unkhair) di Maluku Utara.


Penulis: Apdoni Tukang

Editor: Tim Mantra

More Reading

Post navigation

Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *