Press "Enter" to skip to content

Sumber Mata Air Warga Buli Terancam Industri Tambang

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Desak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Cabut izin pertambangan PT. Priven Lestari dan PT. Aneka Tambang (ANTAM).

LPM Mantra– Terancamnya kawasan hutan dan gunung wato-wato yang merupakan sumber kehidupan warga dikawasan Buli Kabupaten Halmahera Timur, mendapatkan respon tegas dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Mereka  mendesk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut izin pertambangan PT. Priven Lestari dan PT. Aneka Tambang (ANTAM) yang saat ini beroperasi di Gunung Wato-Wato Buli Halmahera Timur. 

Dalam rilis JATAM, Kamis (7/9) menjelaskan aktivitas penambangan di Halmahera Timur, Maluku Utara telah berdampak buruk pada hancurnya ruang hidup warga, mulai dari wilayah daratan hingga wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di wilayah yang sebelumnya kaya akan pala dan cengkeh ini, terdapat 27 Izin Usaha Pertambangan (IUP), dengan total luas konsesi mencapai 172.901,95 hektar. 

Disamping itu, total izin tambang, PT. Aneka Tambang (ANTAM) adalah salah satu perusahaan pemegang konsesi terbesar yang menguasai wilayah daratan Halmahera, hingga pulau kecil Gee dan Pakal.

Tidak hanya operasi PT Antam yang memporak-porandakan wilayah daratan, pesisir, dan laut. Namun gunung Wato-Wato yang merupakan sumber  kehidupan warga tengah sedang diincar oleh PT. Priven Lestari, padahal gunung Wato-Wato terdapat kawasan hutan lindung dan hutan desa yang berfungsi sebagai wilayah resapan air. 

Baca Juga:

“Dari kawasan hutan Wato-Wato ini, mata air yang mengalir melalui tiga sungai besar dan beberapa anak sungai yang selama ini menjadi sumber air utama bagi ribuan warga, bahkan menjadi sumber air baku bagi PDAM Buli,” papar Jatam dalam rilisnya.

JATAM dalam rilisnya Mendesak Menteri ESDM untuk segera hentikan dan cabut izin tambang PT. Priven Lestari,  mendesak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk tidak memproses pengajuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT Priven Lestari. “KLHK harus memberikan sanksi hukum yang tegas atas operasi PT. Priven Lestari yang merusak kawasan hutan,” tegasnya.

Said Marsauli, Warga Buli saat dikonfirmasi Mantra, Kamis (7/9/23) mengatakan,  di kaki gunung wato-wato  terdapat lahan pertanian/perkebunan warga yang ditanami pala, cengkeh, dan nanas. Semua itu adalah sumber utama perekonomian warga.

 “Kini, upaya paksa pemerintah dan PT. Priven Lestari untuk membongkar gunung Wato-Wato berpotensi besar melenyapkan seluruh sumber kehidupan warga tersebut. Upaya paksa ini, terlihat dari proses pembahasan atau konsultasi publik dokumen AMDAL sejak 2015 hingga 2018 yang tidak mengakomodasi suara penolakan warga,”ujarnya.

Ia mengaku, aksi penolakan warga justru ditanggapi dengan upaya kriminalisasi terhadap warga yang menolak tambang. Upaya kriminalisasi itu terlihat dari munculnya surat panggilan dari polisi kepada sebelas (11) orang warga penolak tambang pada Juli 2023 lalu.

“Kami di tuduhan mengada-ada mengenai isu perusakan lingkungan di wato-wato, serta pengancaman, dan pengrusakan peralatan tambang.  Padahal, apa yang dilakukan warga adalah semata-mata mempertahankan ruang hidup terakhirnya, gunung Wato-Wato dari cengkeraman perusahaan tambang,” Akunya. 

Kata Dia, PT. Priven Lestari bisa mengancam sumber mata air dan menyebabkan banjir di desa Wayafli, Buli Asal, Buli Karya, Teluk Buli, Sailal, Buli, Geltoli, dan Gamesan. Hingga aksi yang berlangsung 2 September, juga berhasil mengeluarkan alat berat PT. Priven Lestari dari Lokasi jalan tambang sebagai bentuk bentuk pengusiran warga Buli terhadap mafia tambang. 

“Aktivitas Tambang PT. Priven Lestari sangat dekat dengan pemukiman warga, kami akan terancam banjir dan krisis air,”pungkasnya.


Penulis : Rifal Amir | Mantra

Editor : Tim Mantra

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *