Press "Enter" to skip to content

Sepatu

Malam ini aku ingin duduk sendiri menatap sinar bulan yang begitu cerah, sebab beberapa hari ini awan selalu mendung dan sering turun hujan. Nyamuk yang mencium bau darah langsung keluar dari semak-semak belukar untuk menghisap darahku. Aku duduk di depan kamarku, tidak ingin bergabung dengan tetangga kamar sebelah, pokoknya aku ingin sendiri.

Mendengar kabar yang tak terduga masuk di Facebookku, aku menjadi tidak semangat lagi. Padahal aku sudah berharap kalau bisa pulang kampung tahun ini, sambil meneruskan usaha ibu yang sedang tertunda. Tetapi tiba-tiba mendengar kakakku hamil di tengah perkuliahannya. Aku merasa kecewa, padahal aku rela putus sekolah sejak di bangku SMP kelas 3 untuk melanjutkan kakakku kuliah. Namun, pada hasilnya tak sesuai harapan.

Handphone berdering, Ibu menelepon aku dengan suara yang tersedu-sedu, aku hanya mendengar suara ibu yang semakin paru, menasihati aku supaya tidak boleh marah terlalu lama pada kakakku. Aku mengiyakan nasehatnya, tapi, dalam hati aku ingin menangis. Sudah lima tahun aku tidak pulang melihat ibu, demi kakakku kuliah. Tapi dia begitu tega tidak memikirkan pengorbananku selama ini, hampir seluruh pendapatan disetor setiap bulan ke Atm-nya untuk kebutuhan kuliah, tapi semua uang itu untuk membiayai kebutuhan dia dan pacarnya.

“Bu, tahun ini aku belum balik ya, masih sibuk kerja nanti tahun depan baru aku pulang.” Kataku dalam telepon.

“Jul, kalau masih kecewa pada kakakmu silahkan untuk menenangkan dirimu dulu, ibu baik-baik saja di sini.”

“Iya Bu, jaga kesehatan ya, nanti gajian bulan ini semua aku kirim ke Ibu untuk buka kembali usaha Ibu.”

“Tidak usah Jul, kau pakai saja untuk keperluanmu di situ, tak perlu pikirkan Ibu di kampung, ibu baik-baik saja.”

Mendengar gemanya, aku lebih merasa tenang. Aku masih kecewa sambil menjalani hari-hariku seperti biasa begitu juga saat bekerja. Kakakku mencoba meneleponku, namun aku tidak mengangkatnya, aku masih belum habis pikir sampai saat ini.

Esoknya, aku mulai menyiapkan barang bawaanku untuk pulang kampung, aku sudah tidak sabar lagi untuk bertemu ibu. Saat di pesawat aku melihat kota Ternate yang begitu indah, tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan.
Sesampainya di rumah, depan pintu, aku mengetuk pintu ingin memberi kejutan pada ibu. Aku tidak berharap bertemu dengan kakakku dan suaminya. Mengetuk-ngetuk pintu tak kunjung dibuka, aku mencoba membuka masuk lewat jendela. Ternyata ibu tak berada di dalam. Aku pergi mencarinya di rumah tetangga sebelah, namun tak lekas ada, bahkan kata tetangga juga tidak mengetahui kemana dirinya.

Mendengar kedatanganku, kakakku langsung datang menemuiku. Aku abaikan kedatangannya, aku bersikap acuh. Mungkin rasa malu dia hanya menatap dari jauh. Aku hampir meneteskan air mata melihat dia menggendong anaknya. Tidak lama kemudian aku melanjutkan mencari ibu.

Aku selalu berjanji untuk segera pulang saat ibu menelepon. Tapi kali ini baru bisa pulang, sudah tak sabar jumpa dirinya . Sampai di pangkalan, aku melihat sosok perempuan berkebaya sedang duduk di bangku. Aku menatap baik-baik, ternyata itu ibuku. Aku langsung mencium kaki dan memeluknya. Tubuhnya semakin kurus lagi keriput. Ia kubawa pulang . Ternyata ibu setiap harinya menunggu kedatanganku di bangku itu, menunggu anaknya turun dari bis.

“Ini benar dirimu, Jul?”

“Iya Bu, ini anakmu.”

Kami berjalan pulang. Sesampainya di rumah, ibu tidak mau beristirahat hanya ingin melihatku.

Aku sudah menduga, saat kakakku sudah berumah tangga pasti ibu pun yang mengurus dirinya.

Ibu masuk ke kamar dan mengeluarkan kresek hitam dan mengeluarkan sebuah sepatu lalu tanpa pikir panjang ia memberikannya padaku.

“Ini, ibu sudah belikan kamu sepatu. Kamu tidak akan pakai sendal lagi saat pergi ke sekolah.” Serunya.

Aku meneteskan air mata, mengenang cerita lama pada ibu waktu kecil dulu kalau aku ingin punya sepatu untuk pergi ke sekolah.

Kakakku datang dengan suaminya, namun aku tidak menghiraukan mereka. Saat dinasehati ibu baru aku menyambut mereka dengan keadaan terpaksa. Aku langsung masuk kamar beralasan untuk istirahat, padahal ingin menangis saat melihat mereka berdua. Melihat kakakku aku ingin kembali saja ke tempat kerja aku, tapi aku berpikir ibu tidak ada yang merawat.


Penulis : Abdoni Tukang/ Mantra

Editor: Isbula

Sumber Foto; depositophotos.com

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *